Minggu, 14 April 2013

MAKALAH SEJARAH MENGENAI DEMOKRASI PARLEMENTER DAN LIBERAL


PERBANDINGAN DEMOKRASI PARLEMENTER DAN LIBERAL
Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Sejarah pada Tahun Pelajaran 2013-2014.

Disusun oleh: 

Benny / 4

Feliansi Valerie Shibella/ 8

Felix Liviyanto / 9


    KELAS 11 IPA 2

SMA DIAN HARAPAN DAAN MOGOT

2013






 Kata Pengantar

      Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terakhir Sejarah pada tahun pelajaran 2013-2014 yang berisi tentang perbandingan demokrasi parlemneter dengan liberal. Selama penulis  menuliskan makalah ini, terjadi beberapa kendala. Namun hal itu bisa diatasi berkat bantuan dari para pendukung. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

            1.      Mr Hengky 
            2.      Teman-teman
yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap  makalah ini dapat membantu menambah wawasan para pembaca. Untuk itu, saran dari pembaca sangat berarti bagi penulis.

                                                                                        Hormat kami,


                                                                                          Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
          Setelah terjadinya kedaulatan, Indonesia mulai memasuki masa Demokrasi 
Parlementer yang ditandai dengan banyaknya partai politik. Pada masa masa de-mokrasi parlementer, Indonesia berhasil menyelengga-rakan pemilu yang demokratis, tetapi kabinet yang ber-kuasa tidak bertahan lama dan selalu berganti. Masa Demokrasi Parlementer berlangsung tahun 1950 dan diakhiri oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
      Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Presiden Soekarno mnegeluarkan dekrit tersebut sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu. 
          Demokrasi parlementer dan liberal terbagi dalam beberapa aspek kehidupan antara lain kehidupan politik, kehidupan ekonomi dan kehidupan sosial budaya. Pada makalah kali ini, penulis akan membahas perbedaan antara demokrasi parlementer dan liberal tetapi hanya membahas dari beberapa aspek kehidupan seperti kehidupan ekonomi dan politik.

1.2  Rumusan Masalah
     Menurut data-data penelitian, penulis merumuskan sebuah rumusan masalah mengenai perbandingan demokrasi antara parlementer dan liberal antara lain:
1.  Apa saja perbedaan antara parlementer dan liberal dalam aspek kehidupan ekonomi dan sosial budaya?
2. Apa saja kelemahan dan kelebihan yang didapat oleh Indonesia bila menggunakan demokrasi parlementer dan liberal?
3.  Bentuk apa saja yang didapat oleh Indonesia pada penggunaan demokrasi parlementer dan liberal?

1.3  Tujuan Penelitian
     Menurut data-data penelitian dan rumusan masalah, penulis merumuskan beberapa tujuan penelitian mengenai perbandingan demokrasi antara parlementer dan liberal antara lain:
1.     Mengetahui konsep dari demokrasi parlementer dan liberal.
2.     Mengetahui perbedaan antara demokrasi parlementer dan liberal.
3.  Mengetahui perbedaan antara demokrasi parlementer dan liberal dalam bidang ekonomi dan sosial budaya.
4.   Mengetahui akibat-akibat penggunaan demokrasi parlementer dan liberal.


1.4 Manfaat Penelitian
          Adapun manfaat yang didapatkan melalui blog ini.
1.     Untuk guru: dapat menambah wawasan dan dapat menilai seberapa jauh pemahaman siswa mengenai bab ini
2.     Untuk Siswa: menambah wawasan siswa mengenai sejarah Indonesia
3.     Untuk Masyarakat: menambah wawasan masyarakat dan dapat menjadi sumber informasi untuk tugas-tugas / karya tulis / dll







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi

         Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demokratia” yang terdiri dari dua kata, yaitu demos = rakyat dan kratos/kratein = kekuatan / pemerintahan.

           Ada beberapa definisi demokrasi menurut para ahli, berikut beberapa contohnya:
     1.   Abraham Lincoln : Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
     2.  Giovanni Sartori: Demokrasi adalah suatu sistem dimana tak seorang pun dapat memilih dirinya sendiri, tak seorang pun dapat mengindentifikasikan dia dengan kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari kekuasaan lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat.
     3.  Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila: Demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Atau demokrasi adalah pola pemerintahan yang mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang diambil oleh mereka yang berwewenang. 
           
Demokrasi sebagai meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
     A.  Adanya partisipasi masyarakat secara aktifd dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
     B.  Adanya pengakuan akan supremasi hokum ( daulat Hukum)
     C.  Adanya pengakuan akan kesamaan di antara warga negara
     D.  Adanya kebebasan, di antaranya; kebebasan berekpresi dan berbicara/berpendapat, kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk menggugat pemerintah, kebebasan untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, kebebasan untuk mengurus nasib sendiri.
     E.   Adanya pengakuan akan supremasi sipil atas militer

Istilah demokrasi bertolak dari suatu pola pikir bahwa:
     1.  Manusia diperlakukan dan ditempatkan dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Keinginan, aspirasi, dan pendapat individu dihargai dan mereka diberikan hak untuk menyampaikan keinginan, aspirasi, harapan, dan pendapatnya.
     2.   Salah satu hak asasi manusia adalah kebebasan untuk mengejar kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan. Kebebasan dan keadilan ini melandasi keinginan, ide, atau gagasan demokrasi.
     3.   Sesuatu yang diputuskan bersama akan memiliki kadar ketepatan dan kebenaran yang lebih menjamin
     4.   Di dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan timbul selisih paham dan kepentingan antarindividu, sehingga perlu suatu cara untuk mengatur bagaimana mengatasinya



2.2 Demokrasi Parlementer di Indonesia

            Demokrasi parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerin-tahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer, presiden menjabat sebagai kepala negara.

Ciri-ciri dari demokrasi parlementer adalah sebagai berikut:
     1.  Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja
     2.  Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan Undang-Undang
     3.  Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen
     4.   Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
     5.   Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
     6.   Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif
     7.   Kontrol terhadap negara, alokasi sumberdaya alam dan manusia dapat terkontrol
     8.   Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, unuk memperjuangkan dirinya
            Di Indonesia, sistem parlementer ini berlangsung pada tahun 1950 sampai tahun 1959, ketika Indonesia. mengunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan kontitusional.




2.3 Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Parlementer

            Kehidupan politik pada masa Demokrasi Parlementer tidak stabil, sehingga program pembangunan tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Salah satu penyebab ketidakstabilan tersebut adalah sering bergantinya pemerintahan yang betugas sebagai pelaksana pemerintahan. Kondisi Indonesia di masa Demokrasi Parlementer sangatlah rentan karena kinerja kabinet-kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen. Hal itu terjadi karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan timbulnya konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan Negara.
            Berikut ini ketujuh kabinet yang pernah berkuasa pada masa Demokrasi Parlementer di Indonesia:
     1.   Kabinet Natsir  (7 September 1950-21 Maret 1951): Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi.
     2.   Kabinet Soekiman  (27 April 1951-23 Februari 1952): Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dipimpin oleh Soekiman Wiryosanjoyo.
     3.   Kabinet Wilopo  (3 April 1952-3 Juni 1953): Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya, dipimpin oleh Wilopo
     4.   Kabinet Ali Sastroamijoyo  ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 ):Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU, dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo
     5.   Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956): Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
     6.   Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957): Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
     7.    Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 ): Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.

            Kehidupan politik di masa demokrasi parlementer juga diwarnai dengan gagalnya konstituante dalam membuat undang-undang yang baru bagi Indonesia. Konstituante adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk membentuk UUD baru dan juga untuk menanggulangi segala permasalahan dalam negeri yang sedang tidak stabil. Faktor-faktor untama yang menjadi penyebab gagalnya konstituante adalah terdapatnya sikap mementingkan kepentingan golongan atau partai politik yang berada di dalam konstituante. Pada saat itu, terdapat tiga poros kekuatan partai politik utama yang menempati kursi konstituante dan pemerintahan, yaitu kekuatan partai Islam, kekuatan partai Nasionalis, dan kekuatan partai Komunis. Di antara ketiga kekuatan utama itu, tidak terdapat konsensus yang baik untuk merancang undang-undang dasar sehingga selalu menemui jalan buntu. Selain itu terdapat pula berbagai peristiwa politik yang merembet pada konflik kepentingan masing-masing kelompok politik di dalam tubuh konstituante.




2.4 Kehidupan Ekonomi Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer

            Terjadi banyak perubahan kehidupan ekonomi pada masa Demokrasi Parlementer. Salah satunya adalah adanya proses nasionalisasi ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Kabinet Sukiman. Proses nasionalisasi ekonomi tersebut menyangkut tiga bidang utama, yaitu:

     1.  Pembentukan Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama Indonesia (dikukuhkan dalam PP Pengganti UU No. 2 tahun 1946)
     2.  Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang menjadi bank sentral dan bank sirkulasi (UU No. 24 tahun 1951)

     3.  Nasionalisasi mata uang Republik Indonesia dengan menukar mata uang Jepang ke mata uang Indonesia yang disebut Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) (dikukuhkan dengan UU No. 17 dan 19 tahun 1946)

            Proses nasionalisasi itu sayangnya tidak berjalan mulus karena adanya konflik politik antarkelompok di dalam tubuh konstituante dan parlemen. Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada masa Kabinet Ali I yang menekankan nasionalisasi perekonomian dan mendukung tumbuh kembangnya para pengusaha pribumi, dan juga pada masa Kabinet Ali II yang membuat Presiden Soekarno menandatangani UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar yang mengakibatkan perpindahan aset-aset modal yang dimiliki oleh para pengusaha Belanda ke tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu mengakibatkan kesenjangan sosial yang kemudian diatasi dengan Gerakan Assaat, sebuah gerakan yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha nonpribumi.




2.5 Demokrasi Terpimpin di Indonesia

Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin Negara, yang pada saat itu adalah Presiden Soekarno pada tahun 1959-1966. Demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya dekrit presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3 hal:
1.     Pembubaran konstituante.
2.     Tidak berlakunya UUDS 1950, dan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai UUD resmi Negara Republik Indonesia.
3.     Pembentukan MPRS dan DPAS dalam tempo secepatnya.




2.6 Kehidupan Politik Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

Setelah dekrit presiden 5 juli 1959, 10 juli 1959 dibentuk kabinet kerja yang dikepalai oleh presiden soekarno yang menjadi perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai wakilnya. Program kerjanya meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan peningkatan produksi sandang pangan. Dalam demokrasi terpimpin, semua lembaga Negara harus berasal dari aliran NASAKOM(nasionalis, agama, komunis).
Presiden Soekarno juga membentuk MPRS(Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) melalui penetapan presiden No.2 tahun 1959, menetapkan bahwa anggota-anggota MPRS ditunjuk langsung oleh presiden Soekarno dengan beberapa syarat yaitu setuju kembali kepada UUD 1945, perjuangan RI, dan Manifesto Politik.
Presiden juga membentuk badan-badan lain seperti DPA(dewan pertimbangan agung), DEPERNAS(dewan perancang nasional), dan front nasional. Dalam sidangnya DPA mengusulkan kepada pemerintah agar pidato Soekarno yang berjudul “penemuan kembali revolusi kita” dijadikan Garis-garis Besar Haluan Negara(GBHN) dengan nama MANIPOL(manifesto politik RI) dan diterima oleh presiden, pada siding MPRS tahun 1960 ditetapkan MANIPOL sebagai GBHN.
Setelah itu DPR hasil pemilihan umum tahun 1960, dibubarkan dan pada tahun 1962 digantikan dengan DPR-GR(Gotong Royong) yang anggotanya juga ditunjuk presiden yang tugasnya melaksanakan MANIPOL, merealisasi amanat penderitaan rakyat(AMPERA), dan melaksanakan demokrasi terpimpin.
Perkembangan politik tersebut menimbulkan reaksi dari kalangan-kalangan partai partai tertentu. Presiden lalu mengambil tindakan dengan mendirikan Front Nasional melalui penetapan presiden No.13 tahun 1959. Front Nasional adalah organisasi yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan yang tekandung dalam UUD 1945, dan Front Nasional diketuai oleh Presiden.
Dalam periode ini PKI(partai komunis Indonesia) mulai berusaha mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Yang pada saat itu kekuatan politik berada di tangan presiden, TNI AD, dan PKI. Kedudukan PKI yang diuntungkan oleh NASAKOM semakin kuat dan fungsi pancasila sebagai dasar Negara mulai hilang, dan itu dimanfaatkan oleh PKI untuk menghapuskan arti Pancasila.